Minggu, 26 April 2009

KJA

BAB I.
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara maritime yang memiliki wilayah perairan yang luas. Hampir 2/3 wilayah Indonesia adalah perairan yang terdiri atas perairan laut dan tawar. Wilayah perairan tersebut mengandung banyak sekali sumber daya alam yang sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu sumber daya alam yang sering dieksploitasi adalah ikan. Akan tetapi terkadang para nelayan melakukan eksploitasi yang berlebihan dalam memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Contohnya adalah overfishing (pangkapan berlebihan) dan mengaplikasikan teknik penangkapan yang merusak lingkungan seperti pengeboman terumbu karang, penggunaan racun sianida, penyetruman dan penggunaan pukat harimau. Di perairan Indonesia, menurut data dari Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), pemanfaatan ikan karang, termasuk di dalamnya kerapu, memang sudah di atas 100 persen. Dari potensi 145 ribu ton per tahun, yang ditangkap 156 ribu ton.
Apabila kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, maka dikhawatirkan populasi ikan kerapu di alam akan punah. Salah satu alternative yang dapat dilakukan adalah mengarahkan pemenuhan kebutuhan ikan melalui kegiatan budidaya. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia merupakan aspek yang mendukung untuk kegiatan budidaya ikan. Karena iklim tropis ini maka proses budidaya ikan di Indonesia dapat dilakukan sepanjang tahun.
Salah satu jenis ikan ekonomis penting yang telah dapat dibudidayakan adalah ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Permintaan pasar dalam keadaan hidup terhadap spesies ini baik di dalam maupun di luar negeri sangat tinggi. Budidaya kerapu bebek memiliki prospek masa depan yang cukup baik, karena beberapa alasan : (a) Teknologi pembenihan massal telah dikuasai, (b) Harganya tinggi, paling tinggi diantara jenis ikan kerapu yang lain, (c) Teknologi pendederan dan KJA laut telah dikuasai, (d) Tersedianya pakan berupa ikan rucah atau pakan buatan (crumble dan pellet), (e) Banyak pihak yang berminat untuk mengembangkan budidaya laut khususnya kerapu bebek, baik dari pihak swasta ataupun pemerintah.
Namun harus diakui bahwa terdapat beberapa kendala yang harus dikaji dan diperhitungkan agar upaya pengembangan ikan kerapu bebek dapat berjalan lancar. Salah satu contohnya adalah kegiatan pembesaran ikan kerapu bebek di dalam KJA-laut. Beberapa aspek perlu dipertimbangkan agar proses pembesaran ikan kerapu bebek di KJA dapat berjalan lancar. Beberapa aspek tersebut diantaranya adalah pemilihan lokasi yang memenuhi persyaratan teknis (kelayakan dan daya dukung lahan) serta penataan ruang sangat penting untuk usaha budidaya yang berkelanjutan (sustainable aquaculture). Dalam paper ini dicantumkan hasil penelitian di BBRPBL-Gondol yaitu tentang berbagai aspek teknis maupun non-teknis yang harus dipertimbangkan sebelum melangkah jauh kepada investasi budidaya pembesaran kerapu bebek di KJA-laut.

1.2 Tujuan
o Untuk memenuhi tugas mata kuliah pembesaran ikan
o Untuk mengetahui aspek yang perlu diperhatikan dalam konstruksi keramba jaring apung dan penentuan lokasi penempatan keramba jaring apung tersebut

BAB II.
PEMBAHASAN

2.1 Keramba Jaring Apung
Kesuksesan suatu usaha pembesaran ikan kerapu bebek tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya. Kualitas benih yang digunakan, Kualitas air media budidaya, pakan, serta serangan hama dan penyakit adalah beberapa faktor yang paling dominan. Lokasi dan wadah pemeliharaan juga merupakan sesuatu yang perlu diperhitungkan untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Wadah budidaya yang sering digunakan untuk pembesaran ikan kerapu bebek adalah keramba jaring apung. Menurut Effendi (2002), “keramba jaring apung adalah system budidaya dalam wadah berupa jaring yang mengapung (floating net cage) dengan bantuan pelampung dan ditempatkan di perairan seperti waduk, laguna, selat, dan teluk”. Keramba jaring apung yang digunakan pada penelitian BBRPBL Gondol adalah keramba jaring apung yang terletak di teluk yaitu teluk Pegametan.















Gambar. Keramba Jaring Apung
Komponen Keramba Jaring Apung
Keramba jaring apung terdiri atas beberapa komponen seperti rangka, kantong jaring, pelampung, jangkar, pemberat, dan tambang. Di bawah ini akan dijelaskan lebih detail mengenai masing-masing komponen keramba jaring apung.
a. Rangka
Rangka merupakan komponen keramba jaring apung yang berfungsi untuk sebagai tempat untuk menempelkan atau mengikat kantong jaring. Ada beberapa jenis rangka yang dapat digunakan yaitu, rangka kayu, rangka bambu, rangka besi, rangka paralon, dan rangka yang baru adalah rangka polyethylene. Sebagian besar rangka-rangka tersebut membutuhkan pelampung, kecuali rangka polyethylene. Rangka polyethylene tidak membutuhkan rangka karena polyethylene mempunyai berat jenis yang lebih rendah daripada berat jenis air sehingga rangka polyethylene tersebut dapat mengapung tanpa menggunakan pelampung. Rangka dapat berbentuk segi empat atau lingkaran, akan tetapi bentuk rangka yang paling sering digunakan adalah rangka berbentuk segi empat.









b. Pelampung
Pelampung adalah komponen keramba jaring apung yang berfungsi untuk menahan agar keramba jaring apung dapat terapung di permukaan air. Bahan yang dapat digunakan sebagai pelampung bermacam-macam, dengan catatan bahan tersebut memiliki berat jenis yang lebih rendah daripada air. Bahan yang sering digunakan sebagai pelampung adalah drum plastik, drum besi, Styrofoam, atau gabus yang dibungkus dengan terpal. Menurut Effendi 2002,”di Filipina bahan yang digunakan sebagai pelampung adalah bambu yang diikat menjadi satu.









c. Kantong Jaring
Kantong jarring adalah komponen keramba jarring apung yang berfungsi sebagai pembatas ruang gerak ikan, sehingga ikan tidak meninggalkan tempat pemeliharaan. Kantong jaring terbuat dari bahan polyethylene atau polyprophelene dengan berbagai ukuran mata jaring.

d. Jangkar
Jangkar merupakan komponen keramba jaring apung yang berfungsi untuk menahan agar keramba jaring apung tidak terbawa arus air. Ada beberapa jenis jangkarnyang biasa digunakan, seperti jangkar beton, jangkar besi, dan jangkar yang paling murah dan paling sederhana adalah jangkar karung berisi batu.












e. Pemberat
Pemberat merupakan komponen keramba jaring apung yang berfungsi untuk mengencangkan kantong jaring. Pemberat ini biasanya terbuat dari beton.

f. Tambang
Tambang merupakan komponen keramba jaring apung yang berfungsi untuk menghubungkan antara rangka dengan jangkar sehingga rangka tidak terbawa arus.

2.1 Lokasi Penempatan KJA
Keramba jaring apung terletak di Teluk Pengametan, Desa Sumber Kima, Kecamatan Gerokgak, Kecamatan Buleleng. Jenis penutup dasar perairan adalah terumbu karang, pasir dan lumpur terutama bagian dalam. Sand dune (bukit pasir) terdapat di bagian luar teluk dan sebagian dalam teluk yang merupakan pelindung sebagian areal teluk dari gelombang besar. Dengan adanya sand dune ini yang telah ditumbuhi beberapa pohon bakau menyebabkan terdapatnya areal teluk yang relative terlindung dari ombak. Pelebaran sand dune terdapat areal-areal yang sangat dangkal pada saat surut terendah tetapi masih tergenang. Pada umumnya dasar perairan memiliki substrat pasir atau berpasir.
Dalam mengembangkan budidaya di keramba jaring apung, BBRPBL-Gondol melakukan pemilihan lokasi yang bebas dari bahan-bahan pencemar, terlindung dari pengaruh angin, arus, gelombang besar dan sirkulasi air akibat pasang surut tidak begitu kuat, kedalaman perairan berkisar antara 5-15 m, terhindar dari penempelan organisme air, fluktuasi salinitas tidak terlalu besar, arus air yang optimum yaitu antara 20-50 cm/s dan penempatan jaring tegak lurus dengan arah arus.
Persyaratan lokasi tidak hanya terbatas pada faktor-faktor yang berkaitan dengan kelayakan teknis budidaya melainkan juga faktor kebijaksanaan pemanfaatannya dalam kaitan dengan kepentingan lintas sektor. Dalam kaitan dengan hal tersebut, Departemen Pertanian telah mengeluarkan Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Budidaya Laut (SK. Mentan No.473/Kpts./Um/7/ 1982). Agar pemilihan lokasi dapat memenuhi persyarataan teknis sekaligus terhindar dari kemungkinan pengaruh penurunan daya dukung lingkungan akibat pemanfaatan perairan di sekitarnya oleh kegiatan lain, maka lokasi yang dipilih adalah yang memenuhi kriteria, sebagai berikut:

Tabel. Syarat-Syarat Lokasi Budidaya
NO. FAKTOR PERSYARATAN LOKASI PEMBESARAN KERAPU
1 Pengaruh angin dan gelombang yang kuat Kecil
2 Kedalaman air dari dasar kurung 5-7 m pada surut terendah
3 Pergerakan air/arus 20-40 Cm/detik
4 Kadar garam 27-32 0/00
5 Suhu Air 28 ° C-30 ° C
6 Polusi bebas
7 Pelayaran tidak menghambat alur pelayaran


BAB III.
KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan
o KJA terdiri dari beberapa komponen seperti, rangka, kantong jaring, pelampung jangkar, pemberat, dan tambang.
o Komponen KJA yang berkualitas baik akan menghasilkan konstruksi KJA yang baik pula
o Pemilihan lokasi yang tepat dapat menghasilkan hasil produksi optimal.
o Selain faktor teknis, faktor tata letak juga perlu diperhatikan agar kelangsungan usaha pembesaran ikan di KJA dapat berjalan lancer.

3.2 Saran
o Sebaiknya digunakan komponen-komponen yang berkualitas baik agar KJA dapat bertahan lebih lama.
o Sebaiknya dalam pemilihan lokasi tempat pembangunan KJA diperhatikan aspek teknis dan aspek tata ruang suatu lokasi agar usaha pembesaran ikan di KJA dapat berjalan lancer.

DAFTAR PUSTAKA


Effendi, I. 2002. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya : Jakarta.
Sutarman, T dan Hanafi, A. 2008. Pembesaran Ikan Kerapu Bebek Dalam Keramba Jaring Apung di Teluk Pegametan Gerokgak, Bali. BBRPBP Gondol : Bali

motilitas dan viabilitas sperma ikan

PENDAHULUAN


Salah satu permasalahan fertilisasi pada budidaya ikan air tawar adalah rendahnya tingkat fertilisasi dari spermatozoa di dalam air. Hal ini mengakibatkan banyaknya sel telur yang tidak terbuahi secara sempurna (Masrizal dan Efrizal, 1997). Dalam satu siklus reproduksi ikan dapat dihasilkan sel telur sampai jutaan per ekor, tetapi yang terbuahi hanya mencapai 5% dari total.
Permasalahan lain adalah kurangnya ketersediaan cairan spermatozoa pada waktu pembuahan buatan. Rendahnya pembuahan spermatozoa dalam fertilisasi buatan ini juga disebabkan oleh aktivitas spermatozoa yang relatif singkat (Nurman, 1998). Hal tersebut dapat disebabkan oleh singkatnya waktu viabilitas dan motilitas dari spermatozoa, sehingga kemampuan spermatozoa untuk menembus lubang mikropil pada sel telur rendah. Volume cairan spermatozoa dapat ditingkatkan dengan rangsangan hormonal, sedangkan menurut Masrizal dan Efrizal, (1997) volume cairan spermatozoa dapat juga dilakukan dengan pengenceran melalui penambahan larutan fisiologis.
Effendy (1997) menyatakan bahwa kemampuan spermatozoa hidup secara normal setelah keluar dari testis hanya berkisar antara 1-2 menit. Menurut Suquest (1994) dalam Cosson et al, (1999) bahwa di alam durasi motilitas terjadi dalam periode yang sangat pendek pada ikan air tawar. Billard dalam Jamieson (1990) menyatakan bahwa motilitas spermatozoa ikan dibatasi pada periode detik dan menit karena adanya osmotic injury.
Fertilisasi dapat didukung oleh kualitas spermatozoa yang baik. Untuk mengetahui tingkat ferilisasi yang lebih tinggi, perlu dicari larutan fisiologis yang dapat menambah daya motilitas dan viabilitas spermatozoa. Menurut Rustidja (1985) penggunaan larutan fisiologis yang mengandung NaCl dan urea dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa antara 20-25 menit.
Pada penelitian ini dipilih larutan fruktosa sebagai bahan pengencer untuk spermatozoa karena plasma semen secara biokimia mengandung berbagai persenyawaan organik spesifik yang salah satunya adalah fruktosa. Menurut Marawali dkk (2001) fruktosa adalah substrat energi utama di dalam plasma semen yang telah diproduksi kelenjar vesikularis. Selain itu fruktosa merupakan turunan karbohidrat yang dapat dijadikan sumber energi untuk mendukung pergerakan (motilitas) dan ketahanan spermatozoa (Teolihere, 1981). Berdasarkan hal tersebut penelitian ini memfokuskan pada pengaruh pemberian larutan fruktosa di luar plasma semen untuk meningkatkan waktu motilitas dan viabilitas spermatozoa ikan mas (Cyprinus carpio L) sebagai ikan konsumsi yang umumnya banyak disukai masyarakat.

BAHAN DAN METODE


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Dasar FMIPA Unlam. Bahan yang dipergunakan pada penelitian adalah: spermatozoa ikan mas (Cyprinus carpio L) dan fruktosa (C6H12O6) p.a.

Persiapan Induk Jantan Ikan Mas
Menyiapkan induk ikan dengan menyeleksi ikan yang mempunyai tingkat kematangan gonad dewasa. Ikan mas jantan matang gonad berumur 8 bulan dan mempunyai ciri apabila di stripping pada bagian anus mengeluarkan cairan putih susu berupa semen spermatozoa.

Pembuatan Larutan Fruktosa
Pembuatan Larutan fruktosa dilakukan dengan cara melarutkan fruktosa (C6H12O6) p.a. Variasi konsentrasi fruktosa yaitu dari 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%, 3,5% dan 4%. Konsentrasi fruktosa dibuat dari jumlah 0,5-4 gram fruktosa yang masing-masing dilarutkan ke dalam 100 ml aquades. Sebagai kontrol adalah semen spermatozoa tanpa pengenceran dan semen spermatozoa dengan pengenceran aquades.

Stripping Spermatozoa Ikan Mas
Tindakan Stripping terhadap ikan yang telah matang gonadnya dilakukan dengan mengurut bagian perut mengarah ke bagian ekor sampai keluar cairan putih. Cairan putih (semen) di letakkan ke dalam cawan petri dan dicampur dengan masing-masing variasi konsentrasi larutan fruktosa.

Waktu Motilitas dan Viabilitas
Spermatozoa
Pengamatan dilakukan dengan mikroskop yang dihubungkan dengan kamera digital dan perekaman waktu menggunakan program paket komputer Video Snazzy untuk melihat lamanya waktu motilitas fast progressive dan slow progressive serta viabilitas. Pengamatan spermatozoa dilakukan dengan menghitung waktu spermatozoa dalam satu bidang pandang lensa mikroskop, kemudian dilakukan analisis kuatitatif. Pengamatan untuk waktu motilitas spermatozoa dilakukan dengan mencatat waktu dalam satuan detik pada dua jenis motilitas: fast progressive (pergerakan spermatozoa yang bergerak sangat cepat dengan arah maju kedepan) dan motilitas slow progggesive (pergerakan spermatozoa yang bergerak cepat dengan arah maju kedepan).
Pengamatan daya tahan hidup spermatozoa dilakukan dengan mencatat waktu viabilitas (menit) yaitu mulai bergerak lamban, bergerak berputar ditempat (reservoir), berdenyut lemah sampai tidak berdenyut lagi atau mati.

Rancangan Penelitian
Eksperimen dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan variasi konsentrasi larutan fruktosa 0,5 – 4%. Menurut Gomez dan Gomez (1983) penempatan untuk masing-masing perlakuan dan ulangan dilakukan secara acak Spermatozoa ikan mas yang diamati berupa perhitungan waktu dalam detik untuk motilitas fast dan slow progressive, dan dalam menit untuk pengamatan viabilitas yang telah direkam dengan program video Snazzi Pemberian variasi konsentrasi larutan fruktosa di mulai dari 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%, 3,5%, 4% dan sebagai kontrol adalah semen spermatozoa tanpa pengenceran dan semen spermatozoa dengan penambahan aquades. Ulangan variasi konsentrasi dilakukan sebanyak 6 kali dan hasil konsentrasi larutan. fruktosa yang telah didapat akan diulang kembali sebanyak 9 kali ulangan.

Analisis Data
Data dari hasil penelitian yang diperoleh, dapat bersifat tidak normal akibat adanya variasi yang timbul akibat perlakuan. Karena itu data diuji kenormalannya dengan uji Kolmogorof-Smirnov yang disesuaikan oleh Liliefors dan uji homogenitas (Dude dan Satya, 1995). Uji homogenitas yang digunakan adalah uji Levene (Levene test) dengan menggunakan program SPSS. Apabila asumsi diatas terpenuhi maka dilakukan pengujian dengan analysis of variance (ANAVA). Dari hasil tersebut akan diperoleh nilai F hitung dan selanjutnya dibandingkan dengan F tabel 5 % dan 1 %, apabila nilai F hitung lebih kecil dari F tabel 5% maka diterima Ho atau ditolak H1, begitu pula sebaliknya (Hanafiah, 1993). Jika populasi data tidak berdistribusi normal, maka dilakukan transformasi data. Jika trasnformasi tetap tidak memperlihatkan distribusi normal atau tidak homogen, makadiuji dengan statistik nonparametric yaitu Kruskal wallis (Santoso, 2001).

HASIL


Data rata-rata variasi konsentrasi larutan fruktosa 0,5% - 4%, semen spermatozoa dan semen dengan pengenceran aquades sebagai kontrol terhadap waktu motilitas dan viabilitas spermatozoa ikan mas disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata variasi konsentrasi larutan fruktosa terhadap waktu motilitas dan viabilitas
spermatozoa ikan mas
No. Konsentrasi Spermatozoa Ikan mas (Cyprinus carpio L)
MFP Std MSP Std V Std
1. Semen 43 0,63 35 0,63 6,33 0,02
2. Akuades 45 0,63 52 1,26 5 0,03
3. 0,5 % 48 0,89 132 1,26 17,33 0,02
4. 1 % 53 0,89 64 1,26 57 0,01
5. 1,5 % 100 1,41 103 0,89 71,67 0,02
6. 2 % 95 0,89 185 0,89 123,33 0,03
7. 2,5 % 112 1,41 210 0,63 242,67 0,01
8. 3 % 115 0,89 165 0,63 267,67 0,02
9. 3,5 % 76 0,63 244 1,26 417 0,02
10. 4 % 0 0 0 0 1020

MFP: Motilitas Fast Progressive (detik); MSP: Motilitas Slow Progressive (detik); V: Viabilitas
(menit); Std: Standar deviasi
Berdasarkan sebaran atau distribusi datanya terdapat dua pilihan uji statistik yang dapat dilakukan untuk menganalisa data percobaan yaitu statistik parametrik dan statitistik non parametric digunakan pada data yang bebas distribusi (tanpa ada asumsi normalitas dan homogenitas). Setelah dilakukan analisa distribusi homogen dan normal terhadap motilitas fast progressive motilitas slow progressive dan viabilitas diperoleh data yang tidak nomal, maka analisa data dilanjutkan ke uji nonparametrik Kruskal Wallis.
Berdasarkan perhitungan tersebut, semua nilai X2 hitung>X2 tabel maka Ho ditolak Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh yang nyata terhadap waktu motilitas fast progressive, motilitas slow progressive dan viabilitas ikan mas. Selanjutnya dilakukan uji perbandingan berganda (Multiple comparison) pada α = 5% yang menyatakan bahwa semua perlakuan berbeda nyata. Pada data diperoleh waktu motilitas dan viabilitas antara semen spermatozoa, semen dengan pengenceran aquades, serta variasi konsentrasi larutan fruktosa terjadi peningkatan waktu motilitas dan viabilitas spermatozoa ikan mas yang sangat tinggi pada saat pemberian larutan fruktosa.
Berdasarkan uji lanjutan perbandingan berganda (Multiple Comparison) pada ά = 5% bahwa semua perlakuan variasi konsentrasi larutan fruktosa berbeda nyata. Secara rata-rata perlakuan tersebut juga didapatkan motilitas fast progressive dengan konsentrasi fruktosa 3% memberikan waktu yang optimal pada ikan mas. Pada konsentrasi ini diduga dapat meningkatkan kualitas spermatozoa ikan lebih tinggi karena waktu motilitas spermatozoa yang lama dan pergerakannya sangat aktif.
Pada ikan mas mempunyai rata-rata waktu motilitas fast progressive paling lama yaitu 115 detik atau sekitar 2,5 menit lebih tinggi dibanding konsentrasi lain. Waktu Motilitas Slow proressive didapatkan 165 detik dan viabilitas 267,67 menit (4 jam 46 menit).

PEMBAHASAN


Peningkatan waktu motilitas dan viabilitas spermatozoa dengan variasi konsentrasi fruktosa tersebut diduga disebabkan fruktosa dapat dijadikan sebagai sumber energi dan nutrisi untuk spermatozoa. Adanya peningkatan waktu tersebut dapat memperpanjang daya tahan hidup dan keaktifan gerak spermatozoa. Menurut Soeparna (1980), pergerakan spermatozoa memerlukan energi seperti halnya pada sel-sel hidup lainnya.
Menurut Soehartojo (1995) bahan utama yang dipakai spermatozoa sebagai sumber energi dari luar testis adalah fruktosa yang diubah menjadi asam laktat dan energy dengan enzim fruktolisin. Faktor kedua diduga terjadinya peningkatan waktu motilitas dan viabilitas spermatozoa tersebut, adalah bahwa fruktosa dapat meningkatkan aktifitas protein yang terdapat pada ekor spermatozoa. Beberapa ahli mengatakan bahwa bagian tengah ekor spermatozoa disusun oleh mikrotubulus yang mengandung substansi fiber yang disusun oleh protein dinein. Menurut Zaneveld (1978) dalam Purwaningsih (2000) protein dinein ini penting karena mempunyai aktivitas ATP-ase. ATP-ase akan lancar dan menyebabkan peningkatan motilitas dan viabilitas spermatozoa.
Faktor lain terjadinya peningkatan waktu motilitas dan viabilitas spermatozoa diduga pemberian fruktosa sebagai larutan fertilisasi dapat mengurangi kecepatan rusaknya permeabilitas spermatozoa dibanding air sebagai larutan fertilisasi yang terjadi di alam. Seperti diketahui permeabilitas membran sangat berkaitan dengan transportasi nutrisi yang penting peranannya dalam metabolisme sel. Dengan mengurangi kecepatan rusaknya permeabilitas membran spermatozoa, maka kebutuhan akan nutrisi tidak terhambat dan selanjutnya sel spermatozoa tersebut dapat bertahan lama.
Dalam hal ini Robertis & Robertis (1979) menyatakan bahwa permeabilitas membran erat kaitannya dengan transportasi nutrisi yang diperlukan pada metabolisme sel dalam menghasilkan energi. Hal ini didukung oleh Jeyendran (1986) dalam Purwaningsih (2000) yang menyatakan, bahwa permeabilitas membran spermatozoa erat kaitannya dengan motilitas dan viabilitas spermatozoa.
Menurut Effendy (1997) kemampuan spermatozoa hidup secara normal setelah keluar dari testis hanya berkisar antara 1–2 menit. Suquest (1994) dalam Cosson et al, (1999) mengatakan bahwa di alam durasi motilitas terjadi dalam periode yang sangat pendek pada ikan air tawar. Motilitas spermatozoa ikan dibatasi pada periode detik dan menit pada pembuahan ikan air tawar karena adanya osmotic injury (Billard, 1978). Menurut Billard, 1978; Maggese et al (1984) osmotic injury dapat diamati dalam spermatozoa setelah pelepasan kedalam medium pembuahan alami. Kerusakan ini tidak dapat diperbaiki dan bisa menyebabkan kematian dalam hitungan detik untuk beberapa jenis ikan air tawar (Jamieson, 1990). Dari data yang telah diperoleh pada penelitian ini ternyata waktu motilitas dan viabilitas tanpa perlakuan fruktosa menunjukkan waktu yang sangat singkat. Pada pengamatan semen spermatozoa tanpa diberi pengenceran apapun diperoleh motilitas fast progressive 43 detik, slow progressive 35 detik dan viabilitasnya 6 menit. Semen spermatozoa dengan pengencean aquades diperoleh motilitas fast progressive 45 detik, slow progressive 52 detik dan viabilitasnya 5 menit.
Pada pemberian konsentrasi fruktosa 3 % terhadap waktu motilitas dan viabilitas telah didapatkan konsentrasi yang optimal untuk peningkatan kualitas spermatozoa ikan mas. Konsentrasi optimal adalah konsentrasi yang mempunyai waktu motilitas fast progressive yang paling lama yaitu lamanya waktu spermatozoa bergerak lincah sangat cepat dengan arah maju kedepan untuk membuahi sel telur. Pada kondisi motilitas fast progressive diperkirakan proses fertilisasi tertinggi terjadi + 90%. Hal ini dikarenakan spermatozoa bergerak sangat aktif dan memiliki kemampuan dan energi (ATP) yang sangat besar untuk menembus lubang mikropil sel telur. Kondisi motilitas slow progressive mempunyai kemampuan spermatozoa untuk menembus lubang mikropil cukup lemah, pembuahan bisa saja terjadi apabila jarak antara spermatozoa dan sel telur sangat dekat. Pada Kondisi viabilitas, kemampuan spermatozoa untuk melakukan fertilisasi sangat kecil (+ 10%). Kondisi spermatozoa yang bergerak perlahan atau berdenyut ditempat dalam mempertahankan viabilitasnya membutuhkan kecepatan dan energi yang besar untuk masuk ke saluran lubang mikropil sel telur.
Langkah pertama dalam penentuan konsentrasi optimal adalah dengan melihat lamanya waktu motilitas fast progressive dari spermatozoa. kemudian yang terakhir adalah waktu motilitas slow progressive dan viabilitas spermatozoa tersebut. Waktu motilitas dan viabilitas akan berbanding terbalik yaitu semakin meningkatnya waktu motilitas maka waktu viabilitas akan menurun. Motilitas fast progressive yang lama akan membutuhkan banyak energi untuk bergerak, sehingga mengakibatkan energy untuk bertahan hidup dan metabolisme untuk memperoleh nutrisi akan semakin berkurang dan mengakibatkan viabilitasnya menurun. Keadaan viabilitas yang panjang belum tentu dapat menghasilkan fertilisasi yang tinggi, karena pada keadaan ini spermatozoa sangat membutuhkan banyak energi untuk membuahi sel telur. Viabilitas yang lama ini merupakan keadaan dimana terjadi penurunan derajat metabolisme spermatozoa.
Penggunaan larutan fruktosa dapat meningkatkan derajat metabolism spermatozoa (motilitas fast progressiove tinggi dan viabilitas menurun). Derajat metabolisme spermatozoa adalah derajat dimana spermatozoa dapat menggunakan substrat energinya dan salah satu substrat enersgi spermatozoa adalah fruktosa. Penurunan derajat metabolisme dapat memperpanjang daya hidup spermatozoa dalam penyimpanan. Sejumlah faktor memiliki kontribusi untuk mengurangi derajat metabolisme dan memperpanjang kehidupan spermatozoa dalam epididimis yang dapat bertahan lama. Sebaliknya didalam semen segar, spermatozoa hanya bertahan hidup selama beberapa jam jika derajat metabolismenya tidak ditekan (Marawali dkk, 2001).
Konsentrasi optimal yang didapatkan diduga bahwa kadar konsentrasi fruktosa di luar tubuh ikan hampir sama atau lebih rendah dengan kadar konsentrasi fruktosa dalam tubuh ikan. Kadar konsentrasi yang rendah dapat memudahkan spermatozoa untuk menyerap cairan fruktosa. Fruktosa adalah senyawa kimia yang paling cepat dapat dirubah menjadi energi kalor atau energy gerakan bagi spermatozoa.
Menurut Billard (1978) komposisi organik milt (seminal plasma) dari catfish dan carp mempunyai energi substrat seperti glukosa dan fruktosa, laktase, piruvat, malat dan bahan yang lainnya dalam jumlah yang kecil pada spermatozoa. Berdasarkan tipe spermatozoa tersebut menyebabkan adanya beberapa perbedaan susunan kimia yang terkandung didalamnya. Haurbruge et.al.,(2000) mengatakan bahwa ikan carp dan catfish mempunyai biokimia spermatozoa dan proses spermatogenesis yang berbeda yaitu pada semen carp dapat dengan mudah dikeluarkan dengan cara di stripping.
Menurut Soehartojo (1995), di luar testis sel spermatozoa mampu memakai sumber energi dari luar untuk melanjutkan hidupnya. Bahan utama yang dipakai sebagai sumber energi dari luar adalah fruktosa yang akan diubah menjadi asam laktat dan energy dengan bantuan enzim fruktolisin. Pemberian larutan fruktosa sebagai pengencer untuk spermatozoa ikan dimaksudkan untuk memberikan energi dan nutrisi untuk spermatozoa ikan agar dengan energi yang berupa ATP tersebut dapat meningkatkan atau memperpanjang waktu motilitas dan viabilitas spermatozoa.
Dibawah kondisi Aerob, metabolism fruktosa adalah : Fruktosa CO2 + H2O + 38 ATP Ketika ada oksigen, metabolisme fruktosa adalah 9 kali lebih efisien dalam menghasilkan energi. Total energi dari 38 ATP adalah 266.000 kalori. Ketika terdapat O2 yang cukup, molekul fruktosa dimetabolisir secara sempurna menjadi CO2 dan air. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa variasi konsentrasi fruktosa dapat meningkatkan waktu motilitas dan viabilitas spermatozoa ikan (Cyprinus carpio L). Peningkatan waktu motilitas dan viabilitas yang optimal pada spermatozoa terjadi pada konsentrasi fruktosa 3%. Pada konsentrasi optimal ini diperoleh rata-rata waktu motilitas fast progressve 115 detik (2,5 menit), motilitas slow progressive 165 detik dan viabilitas 267, 67 menit (4 jam 46 menit)

DAFTAR PUSTAKA


Billard R. 1978. Changes in structure and fertilizing ability of marine and freswater fish spermatozoa diluted in media of various salinities Aquaculture 14: 187 - 198.
Billard R, Cosson M-P. 1989. Measurement of sperm motility in trout and carp. In De Pauw, N, Jaspers, E, Ackefors, H, Wilkins N (eds). Aquaculture a Biotechnology in Progress, European Aquaculture Society, Bredene. pp: 747 – 753.
Cosson J, Billard R, Cibert C, Dreanno C. 1999. Ionic Factor regilating the Motility of fish sperm. Villefranch. France.
Dude E. J dan Satya, N. M. 1995. Statistika Matematika Modern. Penerbit ITB. Bandung
Effendy, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Nusatama. Bogor. Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1983. Statistical Prosedure for Agriculture Research. John Wiley & Sons, Inc. Hanafiah K A. 1993. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta.
Haubruge E, Petit F, Gage M, 2000. Reduced sperm counts in guppies (Poecilia reticulata) following exposure to low levels oftributyltin and bisphenol. Proc. R. Soc. Biol. Ser. B.267: 2333 -2337
Jamieson, B.G. M. 1990. Fish Evolution and Systematics: Evidence from Spermatozoa (With a survey of lophophorate, echinoderm and protochordate sperm and an account of gamete cryopreservation. Cambridge University Press. New York.
Jeyendran RS, Zaneveld LJD. 1986. Instruction influences for Hypoosmotic Swellling
(HOS) Test. Short Course Reproduction / Andrology and Non Hormonal contraception. Chicago.
Maggese, M. C. Cukier, M. and Cyssac, V. E. 1984. Morphological changes, fertilizing ability and motility of Rhamdia sapo (Pisces, Pimelodidae) sperm induced by media of different salinities. Rev Brasil Bio 44: 541-546
Marawali Aloysius, Thomas mata hine, Burhanuddin, dan H.L.L belli. 2001. Dasar-dasar Ilmu Reproduksi Ternak. Departemen pendidikan nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri. Indonesia Timur. Kupang.
Masrizal dan Efrizal. 1997. Pengaruh Rasio Pengenceran Mani terhadap Fertlisasi Sperma dan Daya Tetas Telur Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Fisheries Journal Garing 6: 1-9.
Nurman. 1998. Pengaruh penyuntikan Ovaprim terhadap Kualitas Spermatozoa Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burchell). Fisheries Jounal Garing 7: 34-42 . Purwaningsih E. 2000. Pengaruh Pemberian Ekstrak juice Buah Oyong Muda tanpa biji (Luffa acutangula R) secara spermatozoa. Jurnal Kedokteran YARSI 8: 70 - 74
Robertis ED, Robertis EM. 1979. Cell and Moleculer Biology. Philadelphia: Saydesr College.
Rustidja. 1985. Pengantar Ilmu Repoduksi Ikan. Fisheries Project Unibraw. Malang.
Santoso S. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. Alex Media Komputindo kelompok Gramedia. Jakarta.
Soehartojo H. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya.
Soeparna. 1980. Pengantar Spermatologi, Masalah Khusus. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.
Suquet M, Dorange G, Omnes MH, Normant Y, Le Roux A, Fauvel C. 1993 Composition of the seminal fluid and ulrastructure of the spermatozoon of turbot (Scophtalmus maximus). J Fish
Biol. 42: 509 -516.
Suquest M, Billard. R, Cosson J., Dorange G.,Chauvaud l., Mugnier C.,& Fauvel L., 1994. Sperm features in turbot (Scophthalmus maximus): A Comparison eith other freshwater and marine fish species. Aquatic living Resources. 7: 283 -294.
Taborsky M. 2003. Sperm Competition in fish Bourgeois Males and Paracitic Spawning. Trends in Ecology and Evolution 13 : 222 – 227.
Toelihere Mozes R. 1981. Fisiologi Reproduksi Ternak. Angkasa. Bandung.
Zaneveld LJD. 1978. The Biology of human Spermatozoza. Dalam Wynn ED. Obsterric and Gynecology Annual. Appleton Century Croft. Chicago. pp: 15 – 40.

Selasa, 21 April 2009

salinitas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air merupakan media bagi usaha budidaya ikan, maka pengelolaan air yang baik merupakan langkah awal dalam pencapaian keberhasilan budidaya ikan. Secara umum pengelolaan kualitas air dibagi kedalam tiga bagian, yaitu secara biologi, kimia dan fisika. Dalam hal ini akan dibahas mengenai pengelolaan air secara kimia, khususnya salinitas (kandungan garam) suatu perairan.

Salah satu parameter kimia lainnya ialah salinitas. Dalam Oceanografi salinitas diartikan sebagai ukuran yang menggambarkan tingkat keasinan (kandungan Na Cl ) dari suatu perairan . Satuan salinitas umumnya dalam bentuk promil (0/00) atau satu bagian perseribu bagian, misalnya 35 gram dalam 1 liter air (1000 ml) maka kandungan salinitasnya 35‰ atau dalam istilah lainnya disebut psu (practical salinity unit). Air tawar memiliki salinitas 0 ‰, sedangkan air payau memiliki salinitas antara 1‰ - 30‰, sedangkan air laut/asin memiliki salinitas diatas 30‰. (Surat Faathir ayat 12)

Dengan dasar pengetahuan di atas maka dalam usaha budidaya ikan salinitas air yang digunakan dalam budidaya ikan harus disesuaikan dengan kisaran salinitas yang dapat ditoleransi oleh ikan. Dalam laporan kali ini ikan yang digunakan dalam praktikum adalah ikan air tawar yaitu ikan mas (Cyprinus carpio). Dengan melakukan praktikum ini dapat diketahui kisaran salinitas yang dapat ditoleransi oleh ikan mas.

B. Tujuan

Ø Mahasiswa dapat mengetahui kisaran salinitas yang sesuai bagi kehidupan ikan mas.

Ø Mahasiswa dapat mengetahui kisaran salinitas yang dapat ditoleransi oleh ikan mas.

BAB II

TINJAUAN PUSAKA

A. Pengaruh Salinitas pada Ikan Air Tawar (ikan mas)

  1. Ikan mas (Cyprinus carpio)

Ikan mas termasuk ke dalam golongan family Cyprinidae. Ikan mas memiliki tempat hidup (habitat) diperairan tawar yang tidak terlalu dalam dan airannya tidak terlalu deras, misalnya dipinggiran sungai atau danau. Ikan ini dapat hidup baik pada ketinggian 150-600 m diatas permukaan laut (dpl) dan pada suhu 25-30OC. meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas terkadang juga ditemukan perairan payau atau di muara sungai yang bersalinitas (kadar garam) 25-30%o.

2. Salinitas

Salinitas menurut Boyd (1982) dalam Ghufran dkk (2007), salinitas adalah kadar seluruh ion – ion yang terlarut dalam air. Komposisi ion – ion pada air laut dapat dikatakan mantap dan didominasi oleh ion – ion tertentu seperti klorida, karbonat, bikarbonat, sulfat, natrium, kalsium dan magnesium. Berdasarkan kemampuan ikan menyesuaikan diri pada salinitas tertentu, dapat digolongkan menjadi Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang kecil (Ctenohaline) dan Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang lebar (Euryhaline). Pada Tabel 1. menyajikan klasifikasi air berdasarkan salinitas

Tabel. 1 Menyajikan Klasifikasi Air Berdasarkan Salinitas

Sebutan/istilah

Salinitas (ppt)

Air tawar

Fresh water

Oligohaline

Air payau

Mesohaline

Polyhaline

Air asin

Marine

< 0,5

0,5 – 3,0

3,0 – 16,0

16,0 – 30,0

30 – 40

Sumber : Mc Lusky, 1971 dalam Kordi, 1996 dalam Ghufran dkk 2007

3. Osmoregulasi

Organisme akuatik mempunyai tekanan osmotik yang berbeda-beda dengan lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya berlangsung normal. Pengaturan osmeotik cairan pada tubuh ikan disebut osmoregulasi.

Osmoregulasi pada organisme akuatik dapat terjadi dalam dua cara yang berbeda (Gilles dan Jeuniaux, 1979 dalam Affandi et al., 2002) yaitu :

· Usaha untu menjaga konsentrasi osmotik cairan diluar sel (ekstraseluler) agar tetap kosntan terhadap apapun yang terjadi pada konsentrasi osmotik medium eksternalnya.

· Usaha untuk memelihara isoosmotik cairan dalam sel (interseluler) terhadap cairan luar sel.

Setiap organisme mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk menghadapi masalah osmoregulasi sebagai respon atau tanggapan tehadap perubahan osmotik lingkungan eksternalnya. Perubahan kosentrasi ini cenderung mengganggu kondisi internal yang mantap. Untuk menghadapi masalah ini hewan melakukan pengaturan tekanan osmotik dengan cara :

· Mengurangi gradien osmotik antara cairan tubuh dengan ingkungannya.

· Mengurangi permeabilitas air dan garam.

· Melakukan pengambilan garam secara selektif.

Pada organisme akuatik seperti ikan, terdapat beberapa organ yang berperan dalam pengaturan tekanan osmotik atau osmoregulasi agar proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berjalan dengan normal. Osmoregulasi ikan dilakukan oleh organ-organ ginjal, insang, kulit dan saluran pencernaan.

a. Ginjal

Ginjal merupakan organ ekresi yang mempunyai peranan di dalam proses penyaringan (filtrasi). Ikan Jumlah glomerulus ginjal ikan betulang sejati (teleostei) air tawar lebih banyak dan diameternya juga lebih besar apabila dibandingkan dengan ikan bertulang sejati (teleostei) air laut. Kondisi ini dikaitkan dengan fungsinya untuk lebih dapat menahan garam-garam tubuh tidak keluar dan mengeluarkan atau memompa air keluar dengan menggunakan urine sebanyak-banyaknya. Urine yang dikeluarkan sangan ancer.

b. Insang

Insang emmpunyai peranan yang sangat penting sebagai organ yang mampu dilewati air maupun mineral, serta tempat dibuangnya sisa metabolisme (Moyle dan Cech, 1999 dalam Affandi, 2001). Permeabilitas insang yang tinggi terhadap ion-ion monovalen Na+ dan Cl- , sehingga pasif brgerak dari media atau lingkungan air laut ke dalam plasma.

c. Kulit

Pada ikan yang bersifat hiperostomik terhadap media atau lingkungan hidupnya, masalah utama yang muncul adalah bagaimana memamsukkan air secara osmose.

d. Saluran Pencernaan

Saluran pencernaan yang berperan dalam osmoregulasi adalah bagian esofagus dan usus. Dinding saluran pencernaan memberikan sedikit resisten terhadap difusi garam-garam dan air ke dalam kamar-kamar cairan ekstraseluler pada kelompok ikan Peromyzonid, utuk mengganti kehilangan air hasil dari gradien difusi medium eksternal.

BAB III

METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Kegiatan praktukum dilaksanakan pada hari selasa tanggal 23 Maret 2009 yang bertempat di Hatchery Departemen Budidaya Perairan VEDCA Cianjur.

B. Alat dan Bahan

Praktikum pengaruh salinitas terhadap ikan mas

Tabel.4 Alat dan Bahan yang Digunakan

Alat

Bahan

1. 2 buah toples

2. 2 buah selang aerasi

3. Timbangan digital

4. Hand refraktometer

1. 4 ekor ikan mas

2. 16 gram garam

3. 18 liter air tawar

C. Prosedur Kerja

Praktikum pengaruh salinitas terhadap ikan mas

Tahap I

· Persiapkan alat dan bahan

a. 2 buah toples untuk masing-masing perlakuan yakni yang terdiri dari :

- Perlakuan I. Air media dengan salinitas 7 ppt

- Perlakuan II. Air media dengan salinitas 9 ppt

b. Mengkalibrasi hand refraktometer

- Angkat penutup kaca prisma, letakan satu sampai dua tetes air yang akan diukur. Kemudian tutup kembali dengan hati-hati agar jangan sampai terjadi gelembung udara di permukaan kaca prisma

- Lihatlah melalui kaca pengintai, dan akan terlihat pada lensa nilai atau salinitas dari air yang sedang diukur

- Bersihkan permukaan prisma setelah selesai digunakan

c. Menimbang garam sesuai dengan kebutuhan

· Membuat air garam sesuai dengan jenis perlakuan yang telah ditentukan dan masukkan ke dalam toples sebanyk 1 liter serta diberi aerasi

· Memasukkan 4 ekor ikan (2 ekor untuk masing-masing perlakuan) ke dalam toples

· Mengamati dan mencatat tingkah laku ikan setiap 10 menit selama 1 jam, termasuk dampak dari proses adaptasi tersebut (feses, jumlah ikan yang mati dan lain-lain)

Tahap II

· Setelah 1 jam (pengamatan tahap 1 berakhir), salinitas diturunkan media menjadi 0 ppt dengan menambahkan air tawar secara gradual setiap 10 menit.

· Mengamati dan mencatat tingkah laku ikan setiap setelah penurunan salinitas, dan setiap 10 menit (setelah salinitas 0 ppt) selama 1 jam, termasuk dampak dari proses adaptasi tersebut (feses, jumlah ikan yang mati dan lain-lain)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Praktikum Pengaruh Salinitas pada Ikan Mas

Tabel. 6 Pengamatan Tingkah Laku Ikan Mas selama perlakuan 1

Toples I (7 ppt)

Toples II (9 ppt)

10 menit 1

· Ikan sehat

· Berenang aktif

· Gerakan normal

· Mendekati sumber aerasi

· 1 ekor ikan loncat

10 menit 1

· Ikan sehat

· Berenang aktif

· Gerakan normal

· Mendekati sumber aerasi

10 menit II

· 1 ekor ikan lompat

· Menjauhi sumber air

· Pergerakan sudah tidak aktif lagi atau pasif

· Mengeluarkan feses

10 menit II

· Berenang masih mendekati aerasi

· Pergerakannya lambat

10 menit III

· Pergerakan lambat

· Menjauhi aerasi

· Cenderung berada di pinggir dinding wadah

· Mata memerah (1 ekor)

10 menit III

· Pergerakan pasif

· Mendekati aerasi

· Berada ditengah wadah

10 menit IV

· Ikan cebderung dipinggir wadah

· Sirip punggung berdiri

· Banyak mengeluarkan feses

· Pergerakan tapis insang bergerak cepat

10 menit IV

· Cenderung mendekati aerasi

· Banyak mengeluarkan feses

· Pergerakan tapis insang lambat

10 menit V

· Gerakan tidak seimbang

· Menjauhi aerasi

10 menit V

· Cenderung dipinggir wadah

· Bukaan mulut cepat

· Mendekati aerasi

10 menit VI

· Menjauhi aerasi

· Tidak bergerak (diam)

10 menit VI

· Mendekati aerasi

· Tidak bergerak (diam)

Tabel. 7 Pengamatan Tingkah Laku Ikan Mas selama Perlakuan II

Pengenceran 7 ppt

Pengenceran 9 ppt

10 menit I

· 1 ekor ikan mendekati permukaan air

· Pergerakan agresif

· 1 ekor pergerakan naik turun

· Ikan berwarna pucat

10 menit I

· 1 ekor mendekati permukaan air

· Sirip punggung berdiri

· Pergerakan naik turun

· Banyak mengeluarkan feses, feses juga dimakan

10 menit II

· Gerakan mulut cepat

· Pada bagian bawah mulut ada gelembung – gelembung

· Ikan berada didasar wadah

10 menit II

· Ikan berada mendekati aerasi dan naik turun

· 1 ekor loncat

10 menit III

· Ikan kepermukaan air

· Pada bagian tapis insang bergelembung

10 menit III

· Ikan berenang dipinggir wadah

· Mendekati aerasi

· Warna pudar

10 menit IV

· Pergerakan normal kembali

10 menit IV

· Pergerakan normal kembali

10 menit V

· Ikan berenang aktif

· Feses semakim banyak

10 menit V

· Berenang aktif

· Feses semakin banyak

· Ikan berada didasar wadah

10 menit VI

· Berenang aktif

· Gerakan normal

10 menit VI

· Berenang aktif

· Gerakan normal

B. Pembahasan

1. Pengaruh Salinitas pada Ikan Mas

Nilai salinitas dalam suatu perairan terutama pada perairan tawar (nilai salinitas 0-5 ppt), harus memiliki batas optimum untuk pemeliharaan ikan. Menurut Boyd (1982) dalam Ghufran dkk (2007), salinitas ditentukan berdasarkan banyaknya garam-garam yang larut dalam air. Parameter kimia tersebut dipengaruhi oleh curah hujan dan penguapan (evaporasi) yang terjadi suatu daerah. Berdasarkan kemampuan ikan menyesuaikan diri pada salinitas tertentu, dapat digolongkan menjadi Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang kecil (Ctenohaline) dan Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang lebar (Euryhaline).

Dari hasil praktikum Pengelolaan kualitas air tentang pengaruh salinitas terhadap ikan mas (Cyprinus carpio). Wadah yang digunakan yaitu toples sebanyak 2 buah yang diisi dengan air tawar sebanyak 1 liter, dengan menambahkan garam sebanyak 7 gram dan 9 gram untuk mendapatkan salinitas 7 ppt dan 9 ppt kemudian dimasukan ikan mas sebanyak 2 ekor. Pengamatan dilakukan setiap 10 menit sekali, tingkah laku dapat dilihat pada Tabel. 6 diatas. Setiap 10 menit sekali ikan mas mengalami perubahan tingkah laku. Pada sampel ikan mas yang digunakan untuk praktikum masih dapat mentoleransi pada kandungan salinitas yang tinggi. Sehingga ikan mas masih bisa hidup pada kadar salinitas 30 – 35 ppt. Hal ini dikarenakan ikan mas termasuk ke dalam golongan ikan yang mempunyai toleransi yang lebar terhadapa salinitas.

Salinitas yang digunakan pada saat praktikum adalah 7 ppt dan 9 ppt. Tingkah laku ikan mas (Gambar. 1) selama pengamatan dari menit pertama masih aktif bergerak sampai tidak bergerak (diam). Tingkah laku ikan mas yang sering berada pada sumber aerasi karena pada salinitas yang tinggi kandungan oksigen terlarut pada perairaran akan rendah.

P1090200

Gambar. 1 Perlakuan Pertama pada Ikan Mas

Kandungan kadar garam dalam suatu media berhubungan erat dengan sistem (mekanisme) osmoregulasi pada organism air tawar. Affandi (2001) berpendapat bahwa organism akuatik mempunnyai tekanan osmotik yang berbeda-beda dengan lingkungannya. Oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya berlangsung normal.

Dalam pengaturan tekanan osmotik pada setiap ikan, termasuk ikan mas melibatkan peran beberapa organ. Hal ini sesuai dengan pendapat Affandi (2001) bahwa organ osmoregulasi pada ikan meliputi ginjal, insang, kulit dan saluran pencernaan. Pada pengamatan tingkah laku ikan mas, cenderung terlihat pasif bergerak. Berdasarkan pendapat Affandi (2001) bahwa insang merupakan organ penting yang mampu dilewati air mapun mineral, pemeabilitas tinsang yang tinggi terhadapp ion-ion dapat menyebabkan insang pasif bergerak. Untuk organ dalam yang berhubungan dengan organ osmoregulasi tidak dapat diketahui secara pasti pengaruhnya terhadap kadar salinitas karena hanya dilakukan pengamtan tingkah laku ikan saja. Pengaruh organ-organ tersebut hanya dapat diketahui berdasarkan literatur yang ada.

Selama perlakuan pertama berlangsung, Penggunaan aerasi pada saat pengamatan, sangat dibutuhkan untuk menyuplai kandungan oksigen pada saat salinitas tinggi. Karena pada salinitas tinggi telah diketahui bahwa kandungan oksigen rendah, maka ikan mas sering berkumpul didaerah aerasi. Bukaan mulut yang cepat, gerakan tapis insang yang cepat pada perlakukan yang menggunakan kadar salinitas 9 ppt dilakukan oleh ikan mas karena untuk mendapatkan oksigen. Pada salinitas yang tinggi, ikan dalam adaptasinya akan kehilangan air melalui difusi keluar badannya. Walaupun demikian, salinitas air sebaiknya tidak mengalami fluktuasi (naik-turun) yang besar. Dalam budidaya ikan, nilai salinitas harus stabil, tidak mengalami perubahan ekstrem (drastis) mencapai angka 5.

Copy of P1090225

Gambar. 2 Perlakuan II pada Ikan Mas

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum yaitu

· Bahwa ikan mas meniliki kemampuan bertahan terhadap perubahan salinitas yang tunggi.

· Bahwa ikan mas masih mampu bertahan sampai 9 ppt.

B. Saran

· Prasarana yang digunakan dalam kegiatan praktikum harus tersedia sesuai dengan kebutuhan.

· Sebaiknya alat sebelum digunakan dilakukan kalibrasi.

· Lebih memperhatikan keselamatan kerja pada praktikum terutama pada saat menggunakan kapur.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi. 2001. Fisiologi Hewan Air. Unri, Press : Riau

Gufhran dkk. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta